viralnasional.com - Jakarta - Calon taruni (catar) Akademi Kepolisian (Akpol) asal pengiriman Polda Maluku Utara (Malut) Aiswa Djien Pandey (18) merupakan anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional 2022. Pengalamannya digembleng saat itu menjadi modalnya saat ini mengikuti seleksi taruna/taruni Akpol Tahun Anggaran 2024."Pernah jadi Paskibraka Nasional jadi modal mental saya, karena di Paskibraka kami sudah dididik, persiapan pengibaran sebulan lebih dari 15 Juli sampai kami balik itu 29 Agustus (2022), waktu di Paskibraka Nasional saya bertugas penurunan bendera," kata satu-satunya calon taruni dari Polda Malut ini kepada wartawan di di Kompleks Akpol, Semarang, Jawa Tengah, Senin (15/7/2024) sore.Aiswa merupakan catar yang meraih peringkat pertama di tingkat saat proses seleksi Akpol tingkat panitia daerah (panda). Saat bertugas menurunkan bendera pusaka 17 Agustus 2022, dia menjadi Pasukan 17 Sayap Kiri tim Pancasila Sakti yang kala itu dikukuhkan Presiden Joko Widodo (Jokowi)."Saya peringkat pertama, puji Tuhan, karena saingan saya juga sudah gugur waktu tes jasmani. Dari Maluku Utara totalnya ada lima orang (calon taruna), yang empat putra, satu putri," cerita anak sulung dari tiga bersaudara ini.Aiswa mengaku bersyukur kesehariannya membantu ayah berladang di desa tempat tinggalnya, yakni Desa Wari, Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara, Malut, membuat fisiknya terlatih. Ayah Aiswa adalah seorang petani pala."Kan (rumah di) pegunungan, pantainya juga bagus-bagus, jadi sudah sering berenang dan sehari-hari bantu ayah di kebun juga seperti latihan kekuatan fisik," ujar perempuan yang juga pemain voli ini.Aiswa menuturkan latihan fisik tak hanya dengan membantu ayah berkebun dan berenang di pantai. Sang Ayah, yang pernah bekerja sebagai satpam, lanjutnya, juga membantu Aiswa latihan fisik, yakni berlari di Mako Brimob Desa Kupa Kupa, dekat rumahnya.Sementara untuk persiapan akademik, Aiswa mengandalkan tes secara online dan belajar dari buku. Dia tak ikut bimbingan belajar (bimbel), karena tak mau membebani kedua orang tuanya."Saya berasal dari orang kurang mampu, jadi belajarnya dari online dan lewat buku saja. Saya tidak pernah ikut bimbel (bimbingan belajar) apapun," ucap Aiswa.Aiswa menyebut motivasinya bersaing dengan 400-an catar adalah kedua orang tuanya, meski mereka tak dapat datang ke Semarang karena keterbatasan biaya."Papa saya juga selalu berpesan, kalau sudah jadi orang yang berhasil, saya tidak boleh sombong. Saya harus seperti padi, semakin berisi semakin merunduk," pungkas Aiswa.***detik