DPR Sahkan KUHAP Baru, Polisi Bisa Lakukan Ini tanpa Izin Hakim

Administrator - Rabu, 19 November 2025 08:29 WIB
f-ilustrasi
viralnasional.com - Jakarta - Proses revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) resmi disahkan DPR RI lewat rapat paripurna yang dihadiri 242 anggota Dewan. Sebelum pengesahan, ada poster viral di media sosial berisi kekhawatiran terhadap pengesahan KUHAP baru.

Poster ini banyak diunggah pengguna Instagram via fitur 'Add yours' di story. Ada empat poin yang diangkat poster dengan narasi 'Kalau RUU KUHAP disahkan, polisi jadi bisa lakuin ini ke kamu* tanpa izin hakim: *kalaupun kamu gak merasa bersalah'. Poster menyebutkan, empat poin tersebut berdasarkan draf yang diakses per 13 November 2025. Berikut ini bunyinya:

Kalau RUU KUHAP disahkan, polisi jadi bisa lakuin ini ke kamu*tanpa izin hakim:

*kalaupun kamu gak merasa bersalah!berdasarkan draf 13 November 2025

1. Diam-diam menyadap, merekam dan mengutak-atik alat komunikasi digitalmu tanpa batasan soal penyadapan sama sekali. (pasal 1 ayat 34 dan pasal 124)2. Membekukan sepihak tabungan dan semua jejak onlinemu, mulai dari rekening bank, medsos, sampai data-data di drive. (pasal 132A)3. Mengambil HP, laptop, dan data elektronikmu dan disimpan dalam waktu lama, bahkan kalau kamu bukan tersangka. (Pasal 112A)4. Menangkap, melarang meninggalkan tempat, menggeledah bahkan melakukan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana. (Pasal 5).

Poster viral ini disinggung langsung Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman dalam rapat paripurna tadi, Selasa (17/11/2025). Dia melabeli poster ini hoaks sembari memberikan penjelasan utuh.

Lantas, bagaimana bunyi pasal-pasal yang dicantumkan dalam poster tersebut jika dibandingkan dengan UU KUHAP yang telah disahkan?

A. Klaim poster soal Pasal 1 ayat 34 dan pasal 124

Pasal 1 ayat 34 dan pasal 124 disebut di poster sebagai dasar agar polisi bisa diam-diam menyadap tanpa batasan sama sekali. Dalam draf KUHAP yang sudah disahkan DPR, penyadapan kini tertuang dalam pasal 1 ayat 36 dan pasal 136.

Isi Pasal 136 UU KUHAP pun berbeda dengan klaim di poster tersebut. Pasal 136 dalam UU KUHAP yang telah disahkan menyatakan penyadapan akan diatur dalam Undang-Undang mengenai penyadapan. Menkum Supratman Andi Agtas, selepas rapat paripurna pengesahan RUU KUHAP, menegaskan hal mengenai penyadapan akan diatur dalam undang-undang tersendiri.

"Putusan MK menyatakan bahwa untuk penyadapan wajib diatur dalam Undang-Undang tersendiri, dan itu sementara kita persiapkan bersama DPR dan pemerintah," kata Menkum.

Pasal 1 ayat 36

Penyadapan adalah kegiatan untuk memperoleh informasi pribadi yang dilakukan secara rahasia dalam penegakan hukum dengan cara mendengarkan, merekam, membelokkan, menghambat, mengubah, menyambungkan, memasang alat pada jaringan, memasang alat perekam secara tersembunyi, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, dengan menggunakan jaringan kabel komunikasi, jaringan nirkabel, atau melalui jaringan sistem informasi elektronik internet, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 136

(1) Penyidik dapat melakukan Penyadapan untuk kepentingan Penyidikan.(2) Ketentuan mengenai Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Undang-Undang mengenai penyadapan.

B. Klaim poster soal Pasal 132A

Poster menuliskan Pasal 132A dalam draf tertanggal 13 November sebagai rujukan informasi RUU KUHAP memberikan kewenangan polisi membekukan sepihak tabungan dan semua jejak online, termasuk rekening bank, medsos hingga data-data di drive.

Dalam UU KUHAP yang baru, aturan mengenai pemblokiran rekening tercantum dalam Pasal 140. Berikut bunyinya:

(1) Pemblokiran dapat dilakukan oleh Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim.(2) Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat izin ketua pengadilan negeri.(3) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat informasi lengkap mengenai alasan perlunya dilakukan pemblokiran minimal meliputi:a. uraian tindak pidana yang sedang diproses;b. dasar atau fakta yang menunjukkan objek yang akan diblokir memiliki relevansi dengan tindak pidana yang sedang diproses dan sumber perolehan dasar atau fakta tersebut; danc. bentuk dan tujuan Pemblokiran yang akan dilakukan terhadap masing-masing objek yang akan diblokir.(4) Ketua pengadilan negeri wajib meneliti secara cermat permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) Hari terhitung sejak permohonan izin diajukan.5) Ketua pengadilan negeri dapat meminta informasi tambahan dari Penyidik mengenai hal sebagaimana dimaksud pada ayat (3).(6) Pemblokiran hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali untuk jangka waktu 6 (enam) Bulan.(7) Dalam keadaan mendesak, Pemblokiran dapat dilaksanakan tanpa izin ketua pengadilan negeri.(8) Keadaan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) meliputi:a. potensi dialihkannya harta kekayaan;b. adanya tindak pidana terkait informasi dan transaksi elektronik;c. telah terjadi permufakatan dalam tindak pidana terorganisasi; dan/ataud. situasi berdasarkan penilaian Penyidik.(9) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Penyidik dalam jangka waktu paling lama 2x24 (dua kali dua puluh empat) jam meminta persetujuan kepada ketua pengadilan negeri setelah dilakukan Pemblokiran.(10) Ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 2x24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah Penyidik meminta persetujuan Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) mengeluarkan penetapan.(11) Dalam hal ketua pengadilan negeri menolak memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (10), penolakan harus disertai dengan alasan.(12) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) mengakibatkan Pemblokiran wajib dibuka dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja oleh pejabat yang memerintahkan Pemblokiran dengan mengeluarkan surat perintah pencabutan Pemblokiran.(13) Dalam hal perkara dihentikan pada tahap Penyidikan, Penuntutan, atau berdasarkan putusan Praperadilan mengenai tidak sahnya penetapan Tersangka, Pemblokiran harus dibuka dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja oleh pejabat yang memerintahkan Pemblokiran dengan mengeluarkan surat perintah pencabutan Pemblokiran.

C. Klaim poster soal Pasal 112APoster ini menyebutkan Pasal 112A dapat menjadi dasar polisi mengambil HP dan data elektronik bahkan kalau orang tersebut bukanlah tersangka. Berdasarkan UU KUHAP yang baru, aturan tentang penyitaan terdapat di pasal 119. Pasal 119 UU KUHAP menegaskan penyitaan harus seizin ketua pengadilan negeri setempat. Sementara itu, Pasal 120 mengatur dalam keadaan mendesak penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin ketua pengadilan negeri hanya atas benda bergerak, dan untuk itu, dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja wajib meminta persetujuan kepada ketua pengadilan negeri.

Pasal 119

(1) Sebelum melakukan Penyitaan, Penyidik mengajukan permohonan izin kepada ketua pengadilan negeri tempat keberadaan benda tersebut.(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat informasi lengkap mengenai benda yang akan disita minimal meliputi:a. jenis;b. jumlah dan nilai barang;c. lokasi; dand. alasan penyitaan.(3) Ketua pengadilan negeri wajib meneliti secara cermat permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) Hari terhitung sejak permohonan izin diajukan.(4) Ketua pengadilan negeri dapat meminta informasi tambahan dari Penyidik mengenai benda yang akan disita sebagaimana dimaksud pada ayat (2).(5) Ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) Hari terhitung sejak penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib mengeluarkan penetapan persetujuan atau penolakan.

D. Klaim poster soal Pasal 5

Poster menyatakan Pasal 5 dapat menjadi pijakan polisi dalam menangkap hingga melakukan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana. UU KUHAP yang baru menjelaskan bahwa Pasal 5 mengatur wewenang penyelidik.

Pasal 5

(1) Penyelidik karena kewajibannya mempunyai wewenang:a. menerima Laporan atau Pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak pidana baik secara tertulis maupun melalui media telekomunikasi dan/atau mediaelektronik; b. mencari, mengumpulkan, dan mengamankan keterangan dan barang bukti;c. menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;d. melakukan asesmen dan mengupayakan fasilitas dan/atau rujukan bagi kebutuhan khusus perempuan dan kelompok rentan; dane. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.(2)Penyelidik atas perintah Penyidik dapat melakukan tindakan berupa:a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat Penggeledahan, dan Penahanan;b. pemeriksaan dan Penyitaan surat;c. mengambil sidik jari, melakukan identifikasi, memotret seseorang, dan mengambil data forensik seseorang; dand. membawa dan menghadapkan seseorang pada Penyidik.(3) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Penyidik.(4) Penyelidik mempunyai wewenang melaksanakan tugas di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ***detik


Tag:

Berita Terkait

Viral Nasional

Ditemukan Cadangan Migas Baru di WK Rokan capai 724 Juta Barel

Viral Nasional

Masyarakat Menjerit, Gaji Anggota DPR RI Naik jadi Rp3 Juta Perhari

Viral Nasional

Kabut Asap Riau Sampai ke Malaysia, Komisi IV DPR RI Menilai Pemerintah Gagal

Viral Nasional

Komisi V DPR RI Minta Kementrian PU Segera Kerjakan Jalan Parit Kitang Tahun Ini

Viral Nasional

Siang Ini, Komisi V DPR RI Tinjau Infrastruktur di Kota Dumai

Viral Nasional

Baleg DPR Usul Pencalonan Pilkades Pakai Partai Politik